Pendidikan jadi 'Second Choice', Negara Maju hanyalah Mimpi

Pendidikan jadi ‘Second Choice’, Negara Maju hanyalah Mimpi

Opini

nouranoor.com – Menjadi negara maju analoginya seperti ingin menjadi pemain sepak bola professional. Contoh menjadi seorang striker tidak mungkin hanya berlatih berlari, dribbling, dan menendang bola agar mampu mencetak gol sebanyak mungkin. Latihan lainnya pasti ada, bahkan yang sama sekali tidak berhubungan dengan teknik bermain sepak bola. Latihan lain seperti menjaga pola makan, mengatur nutrisi yang dikonsumsi, dan kedisiplinan.

Dalam buku Atomic Habits, ada cerita tentang mengubah kebiasaan dari hal-hal mendasar yang bahkan tidak berhubungan langsung dengan teknis. British Cycling, organisasi cabang olahraga sepeda professional di Britania Raya salah satu contohnya. Mereka konsisten melakukan perubahan-perubahan kecil selama lima tahun hingga berhasil memenangkan 60% medali pada Olimpiade Beijing 2008.

Dua hal tadi merupakan contoh dalam lingkup yang kecil, bagaimana jika membahas kemajuan suatu negara pastinya lebih banyak aspek. Secara umum, untuk melihat suatu negara maju akan memenuhi beberapa indikator, seperti:

  1. Fasilitas Kesehatan Memadai
  2. Angka Harapan Hidup Tinggi
  3. Menguasai Sains dan Teknologi
  4. Pendapatan per Kapita Tinggi
  5. Tingkat Pengangguran Rendah
  6. Keamanan dan Stabilitas Politik Terjamain

Dari indikator tersebut bisa terlihat bahwa semuanya berhubungan dengan faktor Pendidikan. Jadi akan sangat aneh jika ada yang ingin menjadikan suatu negara maju tapi menjadikan Pendidikan sebagai second choice.

Pohon Merbau ‘Si Kayu Besi’

Belajar dari Pohon Merbau bisa jadi suatu refleksi bahwa untuk menjadi besar dan kokoh tidak hanya dalam satu malam. Pohon ini mendapat julukan “kayu besi” oleh masyarakat Maluku dan Papua karena kayunya yang sangat keras.

Pohon Merbau bisa tumbuh mencapai tinggi 50 meter dan diameter batang 2 meter. Namun sayangnya pertumbuhan pohon ini rata-rata hanya 1 cm per tahun. Kesimpulannya jelas bahwa pohon ini bisa menjadi besar dan kokoh membutuhkan waktu ratusan tahun dengan catatan pertumbuhan yang konsisten.

Memajukan Negara Tak Semudah Membalikkan Telapak Tangan

Pohon Merbau merupakan gambaran bagaimana membangun suatu negara, investasi waktu dalam membangun sistem sudah menjadi mutlak untuk menjadikan negara maju di masa depan. Korea Selatan merupakan satu negara yang bisa menjadi bahan refleksi. Mereka sama-sama dahulu sebagai negara jajahan Jepang dan merdeka pada waktu yang berdekatan dengan Indonesia, namun kini Korea Selatan sudah masuk jajaran negara maju di dunia.

Lalu apa yang bisa dipelajari dari Korea Selatan? Terlihat sangat jelas investasi terbaik Korea Selatan adalah di bidang pendidikan. Dari sebuah negara yang dijajah 80 tahun lalu, kini menjelma sebagai negara maju di berbagai sektor seperti teknologi, fashion, musik, dan lainnya.

Baca Juga:  AoD: Mental Mengemis Dimulai Dari 'Meminta Angpao'

Hal ini tidak terlepas dari sangat seriusnya Korea Selatan berinvestasi di bidang pendidikan. Saat ini Korea Selatan juga masuk dalam jajaran 10 negara yang memiliki sistem pendidikan terbaik di dunia. Gambaran nyata seberapa penting pendidikan di sana bisa terlihat dari publik figurnya, walaupun sudah memiliki nama besar di industri hiburan mereka tetap mengikuti bangku perkuliahan bahkan hingga meraih gelar master maupun doktor.

Bagaimana dengan di sini? Tentunya berbalik 180 derajat. Publik figur yang karirnya berjalan lurus dengan pendidikannya hanya hitungan jari. Bahkan publik figur yang pendidikannya tinggi jarang yang namanya bersinar di industri hiburan.

Yang lebih celaka adalah kebayakan publik figur yang menjadi idola adalah orang-orang yang sama sekali tidak kompeten, sebagian besar karena jenjang pendidikannya yang rendah. Apakah ini kesalahan publik figurnya? Tentu saja bukan, ini jelas-jelas kesalahan sistem pendidikan di negara ini.

Pendidikan adalah Kunci Negara Maju

Satu hal yang paling tidak mungkin terjadi adalah sebuah negara maju tetapi kualitas pendidikannya rendah. Jika ada negara yang maju namun mengabaikan kualitas sistem pendidikannya sudah pasti itu ilusi.

Tidak ada satu pun negara adidaya di dunia yang tidak memiliki sistem pendidikan terbaik. Amerika Serikat, Rusia, Cina dan beberapa negara di Uni Eropa merupakan negara adidaya yang tentu saja masuk dalam jajaran negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia.

Membangun sistem pendidikan terbaik bukanlah perkara mudah, dibutuhkan investasi besar dan juga waktu yang tidak sebentar. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, Korea Selatan membutuhkan waktu puluhan tahun untuk memiliki sistem pendidikan terbaik di dunia. Begitu pula dengan negara-negara maju lainnya, yang bahkan ratusan tahun konsisten membangun dan menjaga sistem pendidikan terbaiknya.

Lalu bagaimana dengan di sini? Rasanya belum ada keseriusan berarti dari pemerintah dalam membangun sistem pendidikan. Jangankan menuju masuk jajaran negara terbaik, yang ada semakin kesini terjadi kemunduran pada sistem pendidikannya.

Mulai dari penurunan kulitas dan kesejahteraan guru, biaya pendidikan yang semakin tinggi namun tak sejalan dengan kualitas sekolah atau universitasnya, dan lainnya. Namun lucunya secara garis besar permasalahannya sama tetapi yang dibenahi pemangku kebijakan hanya mengubah istilah (PPMB, SPMB), dan kurikulum tanpa memperbaiki subtansi di dalamnya.

Dengan carut-marut sistem pendidikan di sini, namun pemerintah lantang mengatakan negeri ini akan menjadi negara emas (negara maju) dalam 20 tahun ke depan. Korupsi, politik dinasti, dan ketimpangan penegakkan hukum menjadi tiga masalah utama yang jelas terjadi namun masih lantang mengatakan akan menjadi negara maju. Ini sama halnya dengan memiliki cita-cita besar namun setiap hari hanya membuat keonaran dan bermalas-malasan, alias mimpi di siang bolong.

Baca Juga:  AoD: Melahirkan Anak Dalam Kondisi Miskin adalah Kejahatan

Harus kita akui semua itu tejadi karena pemerintah abai dalam membangun sistem pendidikan. Pendidikan berkualitas bukan hanya bicara tentang pencapaian memiliki pengetahuan akademik yang baik tetapi juga memiliki moralitas tinggi di setiap tindak tanduknya.

Sudah jelas negara dengan sistem pendidikan terbaik tidak mungkin angka korupsinya tinggi, ada politik dinasti, dan penegakkan hukum yang tebang pilih. Itu semua karena mereka tidak hanya memiliki ilmu pengetahuan tetapi juga moralitas. Maka tidak perlu diperdebatkan lagi bahwa kunci dari negara maju adalah pendidikan yang berkualitas.

Menjadi Negara Maju dengan ‘Labelling

Sering kali dalam mengatasi proses yang panjang dan rumit maka langkah instant jadi pilihan. Salah satunya agar negara ini terlihat sebagai negara maju adalah bergabung di organisasi antar negara dengan ekonomi yang berkembang pesat (BRICS).

Langkah ini patut mendapat apresiasi karena bisa membuka harapan legitimasi perekonomian nasional di mata dunia. Namun hal ini akan terkesan labelling jika faktanya perekonomian nasional tidak tumbuh baik sebab kebijakan yang tidak tepat sasaran.

Sebagai contoh untuk menurunkan angka kemiskinan, para pemangku kebijakan lakukan adalah menurunkan standar angka kemiskinan bukannya meningkatkan lapangan pekerjaan atau kualitas SDM dengan sistem pendidikan yang baik.

Satu lagi kebijakan yang cukup kontroversial adalah menjadikan program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai prioritas utama dan Pendidikan sebagai prioritas pendukung. Gambar berikut bisa menjadi jawaban bahwa yang harusnya menjadi prioritas utama adalah Pendidikan.

Program MBG hanya anak yang bersekolah merasakan manfaat dan dampaknya tidak subtansial sampai ke akar. Sedangkan jika membuat program Pendidikan Gratis semua anak yang ada di gambar itu akan terdampak untuk memperbaiki masa depannya.

Memang fokus pada program Pendidikan dampaknya akan terasa dalam jangka waktu yang lama, namun efeknya seperti deret Fibonacci. Satu anak terdidik akan mendidik satu anak lainnya dan terus akan berlipat ganda seiring berjalannya waktu. Namun jika hanya fokus pada program-program jangka pendek memang dampaknya akan langsung terasa, tapi tidak untuk jangka panjang.

Sudah saatnya berhenti untuk sekadar membangun kesan atau labelling agar mendapat penilaian sebagai negara maju, negara besar, dan lainnya. Hal ini tak ada bedanya seperti memperbaiki rumah yang sudah miring hanya atapnya saja atau pintunya padahal seharusnya mulai dari pondasi rumahnya.

Kesimpulan

Jika kalian masih percaya negara ini menjadi negara emas dalam 20 tahun ke depan namun kebijakan prioritasnya bukan pada hal subtansial seperti pendidikan, artinya kalian hanya menari dalam ilusi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *