Ironi! Korupsi Kuota Haji Di Negeri Agamis

Ironi! Korupsi Kuota Haji Di Negeri Agamis

Opini

nouranoor.com – Kita sudah sering mendengar kasus korupsi di negeri ini, namun sangat ironis ketika mendengar ada korupsi kuota haji. Yups, kalian tidak salah dengar ‘haji’ yang merupakan salah satu ibadah bagi umat muslim dikorupsi.

Pelaku korupsinya sendiri pun umat muslim itu sendiri, dugaan kuat pelakunya atau orang yang bertanggung jawab akan korupsi ini adalah Menteri Agama. Tentu saja ini sangat tidak masuk akal bukan. Bagaimana bisa terbesit untuk melakukan korupsi pada sesuatu yang jelas-jelas bagian dari rangkaian ibadah.

Dari sini kita bisa melihat, sudah seberapa parah level korupsi di negeri ini. Bahkan akan sesuatu yang jelas-jelas langsung behubungan dengan Tuhannya pun tidak ada rasa takut.

Seperti yang pernah alm. Prof. Salim Said sampaikan kala di ILC pada 2017, saat menjelaskan bagaimana Korea Selatan dan Singapura bisa maju. “Korea Selatan takut pada Korea Utara, Singapura takut karena berada di tanah Melayu, maka mereka harus hebat dari segi SDM dan ekonomi. Indonesia? Tuhan pun mereka tidak takut”.

Dan yups, terbukti hingga hari ini. Berbagai kasus korupsi semakin tidak masuk akal. Fakta yang beredar bukan hanya kuota haji tetapi juga katering untuk jamaah haji mereka korupsi. Berikut ini rangkuman fakta-fakta dari berbagai berita terkait kasus korupsi ibadah haji ini.

Fakta-fakta Korupsi Haji

Dugaan awal terkait korupsi kuota haji bermula saat penyelenggaraan ibadah haji pada 2023 dan 2024. Pada 2023, Presiden Jokowi bertemu dengan pemerintah Arab Saudi dan memperoleh tambahan kuota haji sebanyak 20.000.

Dari tambahan kuota haji tersebut, Kemenag (Kementerian Agama) membagi menjadi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Hal ini tentu tidak sesuai dengan aturan pembagian berdasarkan UU No. 8 Tahun 2019 yang mengatur proporsi kuota haji. Dalam UU tersebut proporsi pembagian minimal kuota reguler sebesar 92%, sedangkan kuota khusus maksimal 8%.

Baca Juga:  AoD: Jangan Dengarkan Siapa Yang Mengatakan

Informasi ini pun sampai ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang akhirnya masuk ke penyelidikan awal pada Juni 2025. Bersama Pansus Haji DPR dan beberapa saksi ahli kasus ini pun ditangani dengan serius.

Pada awal Agustus 2025, KPK menerbitkan surat pencekalan ke luar negeri terhadap tiga nama penting. Di antaranya mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas, mantan staf khusus Ishfah Abidal Aziz, dan pemilik biro perjalanan Maktour, Fuad Hasan Masyhur.

Dari penyedikan sementara, KPK menduga setidaknya ada 10 agen perjalanan haji terlibat kasus ini. KPK juga menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung potensi kerugian negara. Pada perhitungan awal kerugian ditaksir lebih dari Rp 1 triliun.

Bukan hanya nominal, imbas dari korupsi ini juga membuat 8.400 jamaah haji gagal berangkat setelah masa tunggu 14 tahun.

Tak berhenti pada kuota haji, KPK pun turut menyelidiki dugaan korupsi terkait pelayanan dan konsumsi jamaah haji. Penyelidikan ini berdasarkan informasi dari Indonesia Curroption Watch (ICW).

Ada dua poin yang ICW sampaikan pertama, terkait layanan masyair kepada jemaah haji. Kedua, terkait dugaan pengurangan spesifikasi konsumsi yang diberikan. KPK memperkirakan nilai korupsi terkait hal ini sekitar 200 hingga 300 miliar rupiah.

Catatan: ‘Manfaat’ Korupsi yang Terus Mengalir

Yups kalian tidak salah baca, kasus ini ada ‘manfaat’ korupsi yang terus mengalir. Kalian bisa pelajari, tidak hanya di agama Islam tetapi semua agama meyakini hal ini. Ada perbuatan baik yang pahalanya terus mengalir, begitu pula sebaliknya.

Jika kalian cermati, kasus korupsi ini perkara besarnya bukan dari seberapa besar nominalnya tapi pada seberapa banyak jamaah yang terdampak. Tercatat setidaknya 8.400 calon jamaah haji gagal berangkat setelah menunggu 14 tahun.

Baca Juga:  Industri Makanan Tidak Butuh Food Vlogger

Seperti yang kalian tahu, penduduk Indonesia mayoritas muslim. Dari total 270 juta penduduk lebih dari 90% beragama Islam. Ibadah haji yang merupakan rukun Islam, sudah pasti menjadi ibadah yang akan selalu diusahakan bagi umat Islam.

Indonesia merupakan negara dengan kuoata haji terbesar, namun jika membandingkan dengan jumlah peminat yang ingin menjalankan ibadah haji tentu tidak setara. Itulah mengapa para calon jamaah haji harus menunggu hingga belasan bahkan puluhan tahun.

Kalian sudah melihat ‘manfaat’ korupsi yang terus mengalirnya?

Jadi dari kasus korupsi kuota haji ini, calon jamaah haji yang dirugikan tidak hanya 8.400. Tetapi 8.400 di setiap tahun penyelenggaraan ibadah haji.

Kenapa bisa begitu? logikanya, jika 8.400 jamaah haji ini gagal berangkat di tahun lalu karena tidak ada kuota, maka kemungkinan akan diberangkatkan pada tahun ini. Lalu 8.400 jamaah haji yang harusnya berangkat pada tahun ini, akhirnya menjadi tahun depan. Begitu seterusnya hingga akhir (kiamat), sekalipun pelakunya sudah terus meninggal ‘manfaatnya’ akan terus mengalir.

Seperti di awal, kami katakan ini kasus korupsi yang ‘gila’. Kemungkinannya hanya dua, pertama mereka bodoh & rakus karena jelas pelakunya praktisi agama tetapi tetap melakukan korupsi pada sisi ini. Kedua, mereka memang tidak percaya adanya Tuhan apalagi aturan-aturan yang tertuang pada agamanya.

Dari sini kita bisa melihat, di negeri ini seseorang yang agamis belum tentu menjamin integitasnya. Rasanya pesan dari ust. Felix Siauw cocok untuk menutup artikel ini, “sebelum menjadi seorang muslim, kamu harus belajar jadi ‘manusia’ dahulu“.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *