Cewek Matre, Realistis atau Kurang Bersyukur

Cewek Matre, Realistis atau Kurang Bersyukur

Opini

nouranoor.com – Setiap orang pasti memiliki standar masing-masing dalam memilih pasangan. Ketika ada perempuan yang memberikan standar yang mengarah ke materi langsung mendapat label ‘cewek matre’.

Tanpa konteks yang sesuai, tentunya sebuah label ‘cewek matre’ terkesan tidak tepat. Bahkan mungkin saja label ‘cewek matre’ digunakan sebagai bentuk ketidakmampuan seorang laki-laki mengikuti standar kebutuhan perempuan tersebut.

Namun tidak menutup kemungkinan bahwa memang perempuanlah yang memberikan standar berlebihan. Jangankan laki-laki, perempuan itu sendiri mungkin tidak mampu akan standar yang ia buat.

Dalam konteks ‘cewek matre’ berhubungan erat dengan standar atau ukuran yang minimal sesuai dengan kemampuan diri sendiri. Contoh, ada perempuan yang memiliki standar pasangan ideal yaitu yang bisa membelikannya sebuah penthouse, padahal ia takut bahkan mual kalau naik lift.

Dari contoh kecil tadi kita akan membahas lebih dalam mengenai cewek matre, apakah itu realistis atau sekadar kurang bersyukur.

Istilah Cewek Matre

Kata “matre” berasal dari kata “materialistis”, yang artinya seseorang yang mengutamakan hal-hal bersifat materi atau kekayaan dalam sebuah hubungan. Maka muncullah istilah ‘cewek matre’, karena umumnya dalam sebuah hubungan perempuan lebih banyak meminta hal materi ke laki-laki.

Cewek Matre berasal dari bahasa gaul yang mulai berkembang sejak era 80-an. Istilah tersebut semakin populer dengan adanya sinetron maupun film tentang percintaan remaja. Di era saat ini istilah tersebut semakin sering digunakan terutama dengan perkembangan media sosial.

Banyak konten kreator yang di dominasi perempuan membuat standar laki-laki yang layak sebagai pasangan. Umumnya standar ini berhubungan dengan materi atau kemampuan finansial, hal ini pun menuai pro dan kontra.

Istilah ‘cewek matre’ pasti langsung dilabeli pada perempuan-perepuan yang membuat standar tersebut. Padahal sekali lagi perlu adanya konteks yang tepat, tidak semua hal materi yang menjadi standar perempuan lantas layak melabelinya cewek matre.

Dari sini kita akan coba melihat dari beberapa sudut pandang, sehingga kita bisa menilai dengan tepat mana yang layak sebagai cewek matre atau tidak.

Sudut Pandang

Label ‘cewek matre’ lebih lekat dengan konotasi atau stigma negatif di masyarakat. Namun dalam beberapa hal, label ini hanya untuk bercandaan atau sindiran semata.

Baca Juga:  Industri Makanan Tidak Butuh Food Vlogger

Pada bagian ini kita akan coba membedah istilah ‘cewek matre’ dari dua sudut pandang yaitu realistis dan kurang bersyukur. Dengan begitu kita bisa menentukan perempuan seperti apa yang layak mendapat label tersebut.

Jika melihat dari sudut pandang realistis, maka yang menjadi standar adalah sesuatu yang lebih dominan ke kebutuhan bukan keinginan.

Contoh ada perempuan yang ingin memiliki pasangan minimal penghasilannya mendekati dua digit, untuk memenuhi kebutuhan primer bulanan dan tabungan pendidikan anak nantinya. Lalu ada juga perempuan yang tidak mau menemani laki-laki dari nol, terutama yang tidak punya visi dengan jelas.

Kedua contoh tadi termasuk realistis, yang pertama karena ekspektasinya hanya untuk hal yang penting (kebutuhan primer dan pendidikan). Sedangkan yang kedua, menemani dari nol bukan masalah yang terpenting ada visi yang jelas untuk masa depannya, terutama laki-laki sebagai pemimpin harus jelas visinya.

Perempuan dengan standar yang seperti itu bisa dikatakan sebagai ‘cewek matre’ yang realistis. Standar materi bagi mereka adalah meliputi hal-hal penting terutama bagi masa depan bersama.

Lalu jika merujuk pada sudut pandang kurang bersyukur, cara mudah melihatnya adalah kebalikan dari realistis.

Untuk ini cukup banyak contohnya, salah satunya cerita yang pernah viral di media sosial. Seorang laki-laki yang menceritakan pernikahannya yang kandas karena sang istri selalu menuntut lebih untuk uang bulanannya. Padahal ia juga sudah membiayai ibu dan adik istrinya, selain itu ia juga memfasilitasi ART dan posisinya mereka belum memiliki anak.

Semakin hari tuntutannya tambah tidak rasional, ternyata hal tersebut didasari karena sang istri mengikuti tren dari konten kreator. Tren tersebut berisi tentang biaya hidup yang standar seharusnya diberikan oleh laki-laki, jika tidak memenuhi maka laki-laki tersebut masuk kategori mokondo.

Standar Ideal

Ketika seorang perempuan mendapat label ‘cewek matre’, itu artinya mereka sedang ada di posisi sedang menunjukkan standar material atas kebutuhan hingga keinginan mereka. Namun dengan mudahnya orang di sekitarnya terutama laki-laki memberi mereka label itu.

Baca Juga:  Mengapa Saat Diperintah Kita Menjadi Enggan Mengerjakan?

Padahal bisa jadi orang di sekitarnya yang tidak memiliki kapasitas finansial sebesar standar materi perempuan itu. Jika posisinya seperti ini maka mereka tidak layak memberikan label itu.

Dari sini kita akan lihat dari dua sisi tentang bagaimana standar ideal layak atau tidaknya memberikan maupun menerima label ‘cewek matre’.

Sisi pertama, saat ada perempuan memberikan standar materi kebutuhannya pada laki-laki calon pasangannya, pilihannya hanya dua jika sanggup jalani atau tidak sanggup mundur. Umumnya laki-laki gentle tidak akan blaming ketidakmampuannya dengan asal melabeli perempuan dengan sebutan seperti itu.

Sisi kedua, jika perempuan sudah memilih seorang laki-laki untuk menjadi pasangannya maka sebanyak apa pun pemberiannya harus disyukuri. Tidak bisa perempuan menuntut terus menerus hingga di luar kemampuan laki-laki. Karena ketika sudah memilih, kalian sudah harus tahu kapasitas kemampuan pasangan kalian. Jika pun bisa ditingkatkan pasti ada batas tolerannya.

Hal penting adalah standar ideal setiap orang tidak bisa di generalisasi. Jadi tidak bisa kita membuat standar dengan hanya berkaca dari kehidupan orang lain. Kita sendiri, terutama perempuan harus tahu apa saja yang menjadi materi dasar standar mereka.

Ketika kita tidak bisa menilai apa yang menjadi kebutuhan sendiri, sudah pasti akan keliru dalam membuat standar.

Kesimpulan

Istilah ‘cewek matre’ tidak selalu bermakna negatif, tetapi juga positif. Negatif jika para perempuan selalu meminta hal-hal materi jauh di luar batas kebutuhan mereka. Menjadi positif jika hal-hal materi yang mereka ajukan memiliki konteks yang baik, benar-benar sesuai dengan kebutuhan.

Bahkan jika dilihat lebih dalam, cewek matre itu bisa sangat positif dalam memulai hubungan. Karena mereka dengan jelas memberikan standar materi mereka, sehingga para laki-laki bisa dengan mudah memilih untuk mejalani hubungan atau tidak.

Satu hal, laki-laki yang bukan ‘kaum mendang-mending’ pasti lebih suka dengan cewek matre. Alasannya karena cewek matre dalam konteks positif bisa menjadi motivasi bagi laki-laki untuk terus bergerak maju.

Hal ini tercermin dalam salah satu lirik lagu milik Tulus yang berjudul ‘Jangan Cintai Aku Apa Adanya’.
“Jangan cintai aku apa adanya, jangan
Tuntutlah sesuatu biar kita jalan ke depan”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *