Kisruh Tarif Royalti LMKN, Seperti Apa Perhitungannya?

Kisruh Tarif Royalti LMKN, Seperti Apa Perhitungannya?

Noupedia

nouranoor.com – Tarif royalti musik terus menjadi isu hangat di masyarakat, terutama bagi para pelaku usaha dan pemegang hak royalti.

Di satu sisi banyak pelaku usaha yang termasuk ke dalam sektor bisnis komersil merasa keberatan dengan besaran royalti yang harus mereka bayar. Di sisi lain para pemegang hak royalti merasa apa yang mereka terima sangat kecil.

Pada intinya, kedua sisi ini merasa perhitungan terkait royalti ini kurang transparan dari LMKN maupun LMK. Inilah yang menjadi akar masalah, perlunya transparansi perhitungan bagi setiap sisi.

Jika melihat laporan di situs resmi LMKN, laporan terkait distribusi royalti memang tidak dipaparkan secara rinci. Kita hanya bisa melihat besaran keseluruhan penerimaan LMKN dan distribusi ke setiap LMK.

Hal ini yang semakin membuat pelaku usaha dan pemegang hak royalti merasa dirugikan karena kurangnya transparansi. Terbaru penyanyi Ari Lasso sangat vokal mengkritik LMKN, bahkan ia berani menantang (LMK) WAMI terkait transparansi laporan hak royaltinya.

Sebelum mengetahui seperti apa rumus perhitungan terkait royalti ini, kita juga perlu tahu sektor bisnis komersil apa saja yang masuk dalam daftar LMKN. Dari sini akan terlihat jelas apakah sudah tepat tarif royalti yang berlaku? atau memang perlu pembaharuan agar lebih adil bagi pengusaha dan pemegang hak cipta.

Lisensi Sektor Bisnis Komersil

Pada artikel LMKN sebelumnya, sudah dibahas seputar apa saja sektor bisnis komersil yang menjadi ruang lingkup pengenaan tarif royalti. Setidaknya ada 13 sektor bisnis komersil yang masuk ke dalam ruang lingkup yang terkena tarif royalti musik dan lagu.

Berikut adalah daftar sektor bisnis komersil dari LMKN:

  1. Pesawat, Bus, Kereta Api, dan Kapal Laut
  2. Konser
  3. Pertokoan
  4. Hotel dan Fasilitas Hotel
  5. Radio
  6. Pusat Rekreasi
  7. Bioskop
  8. Lembaga Penyiaran Televisi
  9. Pameran dan Bazar
  10. Nada Tunggu Telepon, Bank, dan Kantor
  11. Restoran, Kafe, Pub, Bar, Bistro, Klab Malam, dan Diskotek
  12. Seminar dan Koferensi Nasional
  13. Karaoke

Dari 13 sektor bisnis komersil tersebut, memiliki cara atau rumus tarif royalti yang berbeda-beda. Sebagai contoh kafe atau restoran, perhitungan tarif royalti dari jumlah kursi yang tersedia. Lalu untuk hotel mulai dari 2 juta hingga 16 juta rupiah per tahun tergantung jumlah kamarnya.

Baca Juga:  Pesawat CN235, Tembus Pasar Asia Hingga Afrika

Contoh perhitungan ini yang banyak menuai protes, karena banyak pelaku usaha dari sektor tersebut yang merasa keberatan. Bagaimana tidak, perhitungan ini terkesan bias karena tidak berdasarkan penggunaan jumlah musik atau lagu.

Untuk semakin jelas bisa melihat simulasi perhitungan tarif royalti di bawah ini. Bagaimana perhitungan bagi pelaku usaha dan porsi pembagian ke pemegang hak cipta.

Simulasi Perhitungan

Konser

Untuk konser, perhitungan royalti mulai dari 2%-3% dari total pejualan tiket atau biaya produksi musik. Berikut rumus perhitungannya:

  • Konser berbayar (jual tiket)
    Royalti = 2% × Gross Ticket Box + 1% × nilai tiket complimentary.
    Contoh:
    VIP: 200 tiket × Rp1.000.000 = Rp200.000.000
    Reguler: 800 tiket × Rp300.000 = Rp240.000.000
    Gross ticket box = Rp440.000.000
    Tiket gratis (complimentary): 10 VIP + 40 Reguler
    Nilai complimentary = (10 × 1.000.000) + (40 × 300.000) = Rp22.000.000

    Total Royalti:
    (2% × Rp440.000.000)+ (1% × Rp22.000.000) = Rp9.020.000.
  • Konser gratis (tanpa jual tiket)
    Royalti = 2% × biaya produksi musik (music production cost).
    Contoh:
    Biaya produksi musik (sound, band/penampil, sewa alat, dsb.): Rp500.000.000
    Total Royalti:
    2% × Rp500.000.000 = Rp10.000.000.

Kafe atau Restoran

Perhitungan royalti untuk kafe dan restoran sama, karena berdasarkan jumlah kursi yang tersedia. Berikut rumus perhitungannya:

Rumus (per tahun)
Royalti = (Rp60.000 × jumlah kursi) untuk Hak Cipta (pencipta) + (Rp60.000 × jumlah kursi), untuk Hak Terkait. Jadi total royalti = Rp120.000 × jumlah kursi.
Contoh:
40 kursi ⇒ 120.000 × 40 = Rp4.800.000/tahun (Rp2,4 juta untuk pencipta + Rp2,4 juta untuk hak terkait).

Hotel

Sama seperti kafe dan restoran, tarif royalti untuk Hotel dan sejenisnya juga perhitungannya per tahun. Bedanya hotel berdasarkan jumlah kamar yang tersedia di sana. Berikut rumus perhitungannya:

Rumus (per tahun, sistem lump sum berdasar jumlah kamar):

  • 1–50 kamar: Rp2.000.000
  • 51–100 kamar: Rp4.000.000
  • 101–150 kamar: Rp6.000.000
  • 151–200 kamar: Rp8.000.000
  • ≥201 kamar: Rp12.000.000
  • Resor / Hotel Eksklusif / Hotel Butik: Rp16.000.000
    Tarif ini sudah mencakup fasilitas hotel (lounge, lobi, kafe/restoran hotel, spa/fitness, business centre, kolam renang, play room, toko di dalam hotel, dll).
Baca Juga:  Top 5 Tagihan Royalti Musik Aneh LMKN, Terakhir Paling 'Gila'!

Contoh
Hotel 120 kamar ⇒ Rp6.000.000/tahun.
Resor 80 kamar (kategori “resor”) ⇒ Rp16.000.000/tahun.

Perhitungan Pembagian Hak Royalti

Tadi sudah terlihat jelas bagaimana gambaran dari rumus perhitungan untuk beberapa sektor komersil mengenai besaran royalti yang harus pelaku usaha bayarkan. Sebelum sampai ke pemegang hak cipta, LMKN dan LMK memiliki kewenangan untuk mendapatkan bagian sebagai bentuk operasional maupun biaya administrasi.

Menurut PP No. 56 Tahun 2021 & Peraturan LMKN, LMKN boleh memotong maksimal 20% dari royalti yang terkumpul untuk biaya operasional (monitoring, audit, sistem distribusi, sosialisasi). Sedangkan untuk LMK, berhak memotong biaya administrasi untuk operasional sebesar 10%-20%. Besaran ini tergantung peraturan dari LMK masing-masing.

Berikut ini simulasi rumus perhitungannya:

Total Royalti Rp6.000.000.000:

  • LMKN potong 20% = Rp1.200.000.000 → tersisa Rp4.800.000.000 untuk ke LMK
  • LMK (misalnya potong 15%) dari Rp4.800.000.000 = Rp720.000.000, tersisa Rp4.080.000.000 untuk ke pemegang hak cipta.
  • Total Rp4.080.000.000 akan dibagikan ke pencipta/penulis/penyanyi sesuai data penggunaan.
    Contoh simulasi pembagiannya:
    Dari monitoring/sampling, hasilnya ada 3 lagu populer yang sering diputar di sektor bisnis komersil kategori ini:
    Lagu X → 50%, Lagu Y → 30%, Lagu Z → 20%, maka pembagiannya:
    Lagu X = Rp2.040.000.000, Lagu Y = Rp1.224.000.000, Lagu Z = Rp816.000.000
    Lalu nilai ini akan turun lagi ke pencipta, penulis, dan penyanyi. Sebagai contoh dari Lagu X.
    Pencipta: 50%, Penulis: 30%, dan Penyanyi: 20%, maka pembagiannya:
    Pencipta: Rp1.020.000.000, Penulis: Rp612.000.000, Penyanyi: Rp408.000.000

Kesimpulan

Jadi seperti itu gambaran dari mulai pengumpulan royalti hingga pendistribusiannya ke pemegang hak cipta. Hal yang menjadi konflik di sini adalah kurangnya transparansi.

Seperti kita lihat di perhitungan untuk pembagian ke pemegang hak cipta hanya berdasarkan sampling, tentunya hal itu akan sangat rancu. Hal ini yang menjadi tuntutan para pemegang hak cipta, karena jika melihat dari total pengumpulan LMKN hingga royalti yang mereka terima terasa tidak sepadan.

Tidak hanya pemegang hak cipta, para pelaku usaha pun menuntut hal yang sama terkait tarif royalti. Seperti yang pernah disuarakan penyanyi Ari Lasso di akun Instagaram pribadinya, terkait perhitungan royalti yang kurang transparan hingga besaran yang ia terima hanya sekitar 400 ribu rupiah.

Tentunya ini hal yang aneh, jika sekelas penyanyi besar saja penerimaan royaltinya hanya segitu bagaimana dengan pemegang hak cipta yang lain.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *