Jean Piaget, Sang Perintis Psikologi Kognitif

Jean Piaget, Sang Perintis Psikologi Kognitif

Noupedia

nouranoor.com – Dalam dunia psikologi modern, nama Jean Piaget tentunya sudah tidak asing terutama ketika membahas tentang perkembangan kognitif. Tokoh asal Swiss ini terkenal sebagai salah satu perintis yang mengubah cara pandang manusia terhadap proses berpikir dan belajar.

Jean Piaget tidak hanya melihat anak sebagai penerima informasi pasif, melainkan sebagai individu yang turut berperan aktif membangun pengetahuan. Proses aktif tersebut melalui berbagai interaksi dengan lingkungan.

Jean Piaget tumbuh di akhir abad ke-19, di mana filsafat dan biologi banyak mempengaruhi bidang psikologi. Latar belakang tersebut sangat mempengaruhinya dalam merumuskan gagasannya tentang perkembangan kognitif. Ia berhasil memadukan pengamatan lapangan, ekperimen, dan reflesi teoritis untuk merumuskan teorinya.

Kemudian teori terbut menjadi dasar bagi psikologi pendidikan dan hingga kini masih menjadi rujukan penting dalam memahami cara berpikir anak maupun remaja. Menariknya, meskipun teori Piaget lahir puluhan tahun lalu, pemikirannya tetap relevan di era digital.

Fenomena seperti kecanduan media sosial, menurunnya konsentrasi, hingga munculnya istilah brain rot dapat diamati dari kacamata tahap-tahap perkembangan kognitif yang Piaget gagas. Teori Piaget bisa menjadi dasar untuk bisa menilai sejauh mana teknologi membantu atau justru menghambat perkembangan kemampuan berpikir manusia.

Biografi Singkat Jean Piaget

Jean Piaget lahir sekitar akhir abad ke-19 tepatnya pada 9 Agustus 1896 di kota Neuchâtel, Swiss. Sejak kecil, ia menunjukkan rasa ingin tahu yang besar terhadap dunia alam. Pada usia 11 tahun, Piaget sudah menulis artikel tentang burung pipit albino, yang kemudian dimuat di jurnal ilmu pengetahuan lokal.

Minat yang besar Piaget akan bidang biologi sudah terlihat sejak kecil, dan hal inilah yang kelak memengaruhi cara pandangnya dalam memahami perkembangan manusia.

Pada 1918, Piaget berhasil meraih gelar doktor di bidang biologi di Universitas Neuchâtel. Setelah itu, ia pindah ke Paris, Perancis dan bekerja di laboratorium psikologi Alfred Binet, pencetus tes IQ modern.

Pengalaman tersebut yang membuat Piaget semakin tertarik pada psikologi anak, khususnya bagaimana mereka berpikir dan belajar.

Pada 1920-an, Piaget mulai merumuskan teori perkembangan kognitif yang kemudian membuat namanya terkenal di seluruh dunia.

Kemudian pada 1955, Piaget mendirikan International Center for Genetic Epistemology di Geneva, pusat penelitian tentang perkembangan pengetahuan. Selain itu Ia juga sudah menulis lebih dari 60 buku dan ratusan artikel tentang psikologi perkembangan.

Salah satu kontribusi besarnya adalah menjelaskan empat tahap perkembangan kognitif anak: sensorimotor, pra-operasional, operasional konkret, dan operasional formal. Teori ini mengubah paradigma dunia pendidikan dan psikologi, karena menekankan bahwa anak-anak bukanlah penerima pasif informasi, tetapi pembelajar aktif.

Baca Juga:  Hari Pancasila, Bagaimana Sebagai Pemuda Memaknainya?

Selama hidupnya, Piaget menerima berbagai penghargaan internasional, termasuk Erasmus Prize (1972) atas jasanya dalam bidang ilmu sosial. Ia wafat pada 16 September 1980 di Geneva, Swiss, pada usia 84 tahun.

Teori Perkembangan Kognitif Piaget

Pada pembahasan awal sudah tergambar sedikit, Jean Piaget merumuskan bahwa perkembangan kognitif manusia berlangsung melalui empat tahap utama.

Setiap tahap tersebut menunjukkan cara berpikir dan memahami dunia yang berbeda, dan terus-menerus berkembang seiring bertambahnya usia.

Berikut ini penjelasan tahap-tahap tersebut dari teori pekembangan kognitif Piaget:

1. Sensorimotor (0–2 tahun)

Pada tahap ini, bayi belajar melalui indra dan gerakan motorik. Mereka belum bisa berpikir abstrak, tetapi mulai mengenali dunia lewat sentuhan, penglihatan, dan suara. Konsep penting di tahap ini adalah object permanence, kesadaran bahwa benda tetap ada meskipun tidak terlihat.

Sebagai contoh, saat bayi yang berusia 8 bulan akan tetap beruasaha mencari mainan yang disembunyikan di balik selimut. Hal ini menandakan bahwa ia memahami benda tersebut masih ada.

2. Pra-operasional (2–7 tahun)

Anak mulai mengembangkan bahasa dan imajinasi pada tahap ini. Namun, cara berpikir mereka masih egosentris, artinya sulit memahami perspektif orang lain. Mereka juga sering menggunakan simbol atau permainan pura-pura untuk memahami dunia.

Sebagai contoh, ketika seorang anak kecil berpura-pura memegang telepon dengan menggunakan balok mainan. Ia akan menjadikan balok tersebut untuk mewakili telepon sungguhan.

3. Operasional Konkret (7–11 tahun)

Memasuki tahap ini, anak mulai bisa berpikir logis, namun tetap masih terbatas pada hal-hal konkret. Mereka sudah dapat memahami konsep konservasi, misalnya jumlah air tetap sama meskipun dipindahkan ke wadah berbeda.

Sebagai contoh, seorang anak usia sekolah dasar bisa memahami bahwa 2+3 sama dengan 5, atau aturan-aturan sederhana dalam permainan yang harus mereka ikuti agar permainan bisa berjalan adil.

4. Operasional Formal (11 tahun ke atas)

Tahap terakhir ini ditandai dengan kemampuan anak yang mulai mampu berpikir abstrak, membuat hipotesis, dan menilai situasi secara kritis. Anak yang memasuki usia remaja ini sudah bisa merancang eksperimen, membayangkan kemungkinan di luar kenyataan, serta berpikir tentang hal-hal filosofis.

Contoh sederhana, ketika seorang remaja mulai mempertanyakan konsep keadilan atau membuat rencana masa depan dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan.

Relevansi Teori Piaget di Era Digital

Meskipun teori Jean Piaget lahir pada abad ke-20, namun gagasannya tetap relevan untuk memahami tantangan perkembangan kognitif di era digital saat ini. Anak-anak dan remaja tumbuh dalam lingkungan yang berbeda dengan generasi sebelumnya, di mana teknologi, media sosial, dan informasi instan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.

Baca Juga:  Gustika Jusuf, Sosok Yang Mencuri Perhatian Pada HUT RI 80

Teori Piaget sangat membantu untuk melihat bagaimana faktor-faktor tersebut memengaruhi cara berpikir seseorang sesuai dengan tahapan kognitif.

Pada tahap pra-operasional, anak-anak kini banyak menggunakan gadget untuk bermain dan belajar. Aplikasi edukatif dapat merangsang imajinasi, tetapi di sisi lain, terlalu banyak paparan layar dapat memperkuat sifat egosentris. Sifat ini akan membentuk anak yang lebih fokus pada diri sendiri dan kesenangannya, bukan pada interaksi sosial nyata.

Kemudian juga di tahap operasional konkret, anak usia sekolah dasar yang terbiasa dengan konten singkat berulang kali mungkin kesulitan membangun pemahaman logis yang mendalam. Lalu pada tahap operasional formal, remaja umumnya sudah mampu berpikir abstrak dan kritis bisa terhambat dengan penggunaan teknologi yang tidak tepat atau sesuai porsi.

Fenomena-fenomena seperti ini yang membuat anak-anak dan remaja jadi kecanduan media sosial, atau kecenderungan mencari kepuasan instan sehingga dapat menghambat perkembangan kemampuan ini.

Tahapan yang lebih berbahaya yaitu menurunnya kemampuan kognitif hingga brain rot. Dari sini terlihat bahwa teori Piaget dapat menjadi lensa untuk memahami bagaimana teknologi mendukung sekaligus menantang perkembangan kognitif generasi digital.

Dengan memahami teori Piaget dapat membantu untuk memitigasi hal-hal yang dapat menghampat perkembangan kognitif mulai usia anak-anak dan remaja.

Buku-Buku Jean Piaget

Kontribusi Jean Piaget di dunia psikologi lebih dari setengah abad, tentunya tidak hanya teori-teori pemikiran tetapi juga ia tuangkan dalam karya buku-buku dan artikel. Tecatat setidaknya Ia sudah menulis lebih dari 60 buku dan ratusan artikel tentang psikologi perkembangan.

Salah satu bukunya yang terkenal dan masih ada di pasaran yaitu The Origins of Intelligence in Children. Buku ini rilis pada 1936 dengan versi aslinya yang berbahasa Perancis dengan judul La naissance de l’intelligence chez l’enfant.

Kemudian baru pada 1952, buku The Origins of Intelligence in Children dibuat ke dalam versi bahasa Inggris. Buku ini menjelaskan bagaimana kecerdasan manusia berkembang sejak bayi lahir hingga sekitar usia 2 tahun (tahap sesorimotor).

Selain itu juga menjelaskan konsep object permanence, yang merupakan salah satu penemuan penting Piaget. Konsep ini adalah kesadaran bahwa sebuah objek tetap ada meskipun tidak terlihat, tidak terdengar, atau tidak dirasakan secara langsung.

Walaupun buku ini berusia hampir seabad lalu, tetapi tetap relevan hingga saat ini. Mulai dari membantu orang tua dan pendidik memahami bahwa belajar bukan sekadar menerima informasi, melainkan proses aktif mulai sejak lahir. Kemudian, menjelaskan mengapa stimulasi dini (misalnya bermain interaktif, bukan hanya layar) sangat penting bagi bayi. Selain itu juga menjadi dasar pemahaman tentang bagaimana anak kecil belajar dari lingkungan.

Buku-buku Piaget lainnya kini menjadi bagian dari koleksi di perpustakaan-perpustakaan dunia. Karyanya memiliki nilai yang klasik dan esensial dalam psikologi perkembangan. Sehingga banyak dari karya Piaget yang dijadikan bahan referensi dalam sebuah penelitian.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *