nouranoor.com – Setiap tanggal 1 Juni seluruh warga Indonesia baik muda maupun tua memperingatinya sebagai Hari Pancasila. Berbagai kegiatan umumnya dilakukan seperti upacara peringatan, seminar, parade kesenian, dan lainnya.
Di era modern saat ini, terutama di tengah perkembangan media sosial yang begitu masif para anak muda berlomba menunjukkan kreativitasnya dalam memperingati Hari Pancasila. Di samping itu masih banyak pemuda yang masih kurang dalam memaknai Pancasila itu sendiri.
Dengan hanya sekadar hafal lima sila belum menggambarkan bahwa kita memahaminya secara utuh. Perlu adanya tindakan yang nyata dalam memaknainya dan tidak hanya memperingatinya setahun sekali.
Lalu bagaimana cara kita sebagai pemuda memaknai Pancasila? Tentu ada banyak cara mulai dari mengetahui sejarahnya hingga mengaplikasikannya di kehidupan sehari-hari.
Sejarah Singkat Pancasila
Pada 1945, tepatnya pada 1 Maret 1945 pembentukan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) untuk membahas dasar negara. Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat sebagi ketua BPUPK memulai pidato pembukaannya di hari itu.
Dalam pidatonya, Dr. Radjiman mengajukan pertanyaan kepada anggota-anggota sidang mengenai apa dasar untuk Negara Indonesia nantinya. Dari sana mulai muncul berbagai usulan dari para tokoh untuk perumusan dasar negara.
Moh. Yamin pada pidatonya tanggal 29 Mei 1945 merumuskan Lima Dasar di antaranya, perikebangsaan, perikemanusiaan, periketuhanan, perikerakyatan, dan kesejahteraan rakyat. Ia menyampaikan bahwa perumusan kelima sila tersebut berakar pada sejarah, peradaban, agama, dan hidup ketatanegaraan yang telah lama berkembang di Indonesia.
Lalu pada tanggal 1 Juni 1945, Soekarno mengemukakan tentang prinsip dasar negara dalam pidato spontannya yang kemudian terkenal dengan judul Lahirnya Pancasila. Gagasan akan lima sila tersebut di antaranya, kebangsaan Indonesia atau nasionalisme, kemanusiaan atau internasionalisme, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, serta ketuhanan yang berkebudayaan.
Pembetukkan panitia kecil dimulai untuk merumuskan kembali Pancasila sebagai dasar Negara berdasarkan pidato yang Soekarno. Dari panitia kecil tersebut, terpilih sembilan orang yang dikenal dengan Panitia Sembilan, untuk menyelenggarakan tugas tersebut. Rencana mereka disetujui pada tanggal 22 Juni 1945, yang kemudian diberi nama Piagam Jakarta.
Tahapan Perubaan Lima Sila
Isi dari lima sila dalam Pancasila mengalami beberapa perubahan sebelum menjadi versi final yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945. Beberapa tahapan perubahan terjadi dalam kurun waktu sekitar tiga bulan.
Versi awal berdasarkan pidato Soekarno pada 1 Juni 1945, dalam pidato tersebut ia menyampaikan lima lima prinsip dasar negara yaitu di antaranya:
- Kebangsaan Indonesia,
- Internasionalisme atau Perikemanusiaan
- Mufakat atau Demokrasi
- Kesejahteraan Sosial
- Ketuhanan yang berkebudayaan
Soekarno juga menyebut bahwa kelima sila ini tersebut bisa dikerucutkan menjadi “Trisila” (Sosio-nasionalisme, Sosio-demokrasi, dan Ketuhanan) lalu menjadi “Ekasila” (Gotong Royong).
Lalu pada versi selanjutnya merupakan rumusan dari Panitia Sembilan yang tertuang pada Piagam Jakarta pada 22 Juni 1945. Isi lima sila pada versi ini sebagai berikut:
- Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
- Kemanusiaan yang adil dan beradab
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Pada sila pertama cukup menuai perdebatan karena mengandung unsur syariat Islam. Beberapa pertimbangan dan masukkan dari para tokoh kembali mereka godok untuk penyesuain pada sila pertama.
Pada 18 Agustus 1945, rumusan final Pancasila pun diumumkan serta tertuang pada pembukaan UUD 1945. Perubahan pada sila pertama untuk representatif bagi seluruh rakyat Indonesia dari berbagai agama, ras, dan suku. Berikut lima sila seperti yang kita ketahui saat ini, yaitu:
- Ketuhanan Yang Maha Esa
- Kemanusiaan yang adil dan beradab
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Makna Pancasila di Masa Kini
Di tengah perkembangan teknologi, membuat semua aktivitas menjadi serba cepat dan instan. Hal ini membuat banyak anak muda mungkin merasa nilai-nilai Pancasila terdengar kuno atau jauh dari realita.
Faktanya di era yang penuh tantangan ini, Pancasila bisa jadi kompas moral terutama bagi anak muda agar terus memiliki arah. Lima sila dalam Pancasila bukan sekadar kumpulan kata-kata di dalam teks UUD dasar 1945. Lebih dari itu Pancasila memiliki nilai-nilai yang bisa anak muda praktikkan setiap hari tanpa harus merasa tertinggal dari zaman atau tren.
Pada sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, mengajarkan setiap warga termasuk anak muda untuk saling menghormati keyakinan orang lain. Di saat ini ketika media sosial penuh ujaran kebencian dan intoleransi, nilai ini penting untuk anak muda menciptakan ruang yang damai dan saling menerima.
Lalu pada sila kedua dan ketiga bermakna tentang kemanusiaan dan persatuan. Ini menjadi reminder khususnya bagi anak untuk tidak bersikap apatis terhadap isu sosial dan tetap peduli, walaupun terdapat perbedaan pendapat atau latar belakang dengan orang lain.
Sementara itu pada sila keempat dan kelima berisi tentang keadilan dan musyawarah. Hal ini bermakna untuk mengajarkan semua warga terutama anak muda untuk tidak bersikap egois dan mau mendengar pendapat orang lain.
Indonesia sebagai negara demokrasi bukan sekadar saat pemilu atau debat capres, tetapi juga tentang keberanian dalam berdiskusi sehat, mengambil keputusan bersama, dan memperjuangkan keadilan sosial. Anak muda punya peran besar untuk membuat Pancasila menjadi lebih hidup dan bermakna.
Memahami Pancasila di masa kini bukan berarti menghafal isinya tanpa makna dan mempraktikkannya. Hal penting yang perlu anak muda lakukan yaitu bisa menjadikannya gaya hidup, mulai dari cara berinteraksi, berkomentar di media sosial, memilih sikap, hingga berkontribusi untuk lingkungan sekitar. Pancasila bukan sekadar warisan dari masa lalu, tetapi jati diri yang akan terus hidup jika mau memaknainya secara nyata di masa kini.
Cara Pemuda Memaknai Pancasila
Beragam cara bisa kita lakukan sebagai pemuda untuk memaknai Pancasila tanpa harus menggunakan cara yang kaku atau formal. Justru, sebagai pemuda kita bisa menerapkan nilai-nilai Pancasila lewat hal-hal sederhana yang relevan dengan keseharian.
Sebagai contoh menghargai perbedaan pendapat saat diskusi di kelas, berani menolak perundungan, atau ikut aksi sosial dan kegiatan komunitas. Hal-hal kecil ini merupakan bentuk nyata yang bisa kita lakukan dalam memaknai Pancasila.
Lebih lanjut di tengah era digital saat ini, pemuda juga bisa memaknai Pancasila dengan berbagai cara kreatif. Seperti halnya membuat konten di media sosial sebagai sarana menyebarkan pesan toleransi, empati, dan semangat gotong royong.
Hal lain yang juga penting pemuda lakukan untuk memaknai Pancasila dengan terlibat aktif dalam kehidupan demokrasi. Bukan sekadar mengikuti kegiatan pemilu lima tahun sekali, namun juga aktif menyampaikan aspirasi secara etis, ikut diskusi publik, atau bahkan berani ambil bagian dalam kegiatan organisasi baik di sekolah, kampus, maupun di lingkungan masyarakat.
Pemuda umumnya memiliki energi dan idealisme yang mampu membawa perubahan, hal tersebut menjadi pondasi yang kuat dalam memaknai Pancasila. Pada akhirnya, cara terbaik memaknai Pancasila adalah dengan menjadikannya sebagai panduan bersikap dan bertindak.
Tentunya bisa memulai dari hal-hal kecil dalam keseharian seperti, berlaku adil, menghormati orang lain, bekerja sama, dan berpikir kritis tanpa menjatuhkan. Dengan begitu, Pancasila bukan sekadar simbol negara, tapi juga landasan dalam mengambil tindakan nyata pemuda Indonesia saat ini dan di masa depan.