Ayu Utami, Penggebrak Sastra Perempuan Pada Awal Reformasi

Ayu Utami, Penggebrak Sastra Perempuan Pada Awal Reformasi

Noupedia

nouranoor.com – Ayu Utami sebagai salah satu sastrawan perempuan yang berani menggebrak dunia sastra nasional di era transisi dari orde baru ke reformasi. Latar belakangnya sebagai jurnalis dan aktivis tentunya merupakan modal yang sangat tepat sebagai seorang penulis.

Gaya penulisannya yang terbuka dan kritis ini dikenal dengan sebutan “sastra wangi”, yang menandai pergeseran penting dalam sastra Indonesia pasca-Orde Baru. Karya Ayu Utami yang begitu fenomenal pada 1998 yaitu Saman, mengangkat isu seksualitas perempuan, agama, dan politik secara terbuka.

Beberapa toko buku saat itu juga enggan menjual novel Saman, karena khawatir ada protes dari masyarakat maupun otoritas setempat. Namun faktanya novel itu tetap booming di pasaran, hingga diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa.

Dari ulasan singkat di atas bisa tergambarkan betapa vokalnya Ayu Utami dalam berkarya di tengah penolakan yang ada. Kini kita akan mengenal sosok Ayu Utami lebih jauh sebagai sastrawan yang membuka jalan bagi sastrawan atau penulis perempuan lainnya di Indonesia.

Profil

Ayu Utami memiliki nama lengkap Justina Ayu Utami, lahir pada tanggal 21 November 1968 di Bogor, Jawa Barat. Ia tumbuh dan besar di Jakarta, hingga menyelesaikan kuliahnya jurusan sastra Rusia di Fakultas Sastra Universitas Indonesia pada 1994. Selain itu ia juga aktif di Lembaga Pers Mahasiswa UI (Jakarta Student Press).

Setelah itu tercatat Ayu Utami melanjutkan pendidikan non-gelar di luar negeri. Pada 1995, ia mengikuti program Advanced Journalism yang diselenggarakan oleh Thomson Foundation di Cardiff, Inggris.

Kemudian, Ayu Utami turut berpartisipasi dalam Asian Leadership Fellow Program di Tokyo, Jepang pada 1999.

Baca Juga:  Mengenal Kelelawar, Hewan yang Memiliki 'Dua Mata Pisau'

Perjalanan Karir

Awal karir Ayu Utami sebagai wartawan di era 1990-an, di majalah Mantra, Humor, Forum Keadilan, dan D&R. Di era itu tidak mudah berkarir sebagai wartawan, karena terjadi pembredelan media di mana-mana. Bahkan media besar seperti Tempo, Detik, dan Editor mengalami penutupan.

Di masa itu Ayu Utami turut bergerak dan ikut mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) untuk memperjuangkan kebebasan pers. Ia juga aktif dalam dunia teater dan kebudayaan, berperan sebagai kurator di Komunitas Utan Kayu serta redaktur di jurnal kebudayaan Kalam.

Pada 1998, menjadi awal karirnya sebagai penulis melalui karya pertamanya yaitu novel Saman. Novel ini mendapatkan sambutan dari berbagai kritikus dan memberikan warna baru dalam sastra Indonesia.

Namun di sisi lain, novel ini dianggap terlalu sensitif hingga ada penolakan dari pembaca konservastif, seperti tokoh agama dan kelompok masyarakat tradisional. Terutama mengenai isu seksualitas pada perempuan, karena pada saat itu isu tersebut masih menjadi tabu serta menantang stereotip perempuan Indonesia.

Dengan pro kontra yang ada, Ayu Utami tetap melanjutkan karirnya sebagai penulis dengan menelurkan karya-karya lainnya.

Karya

Sepanjang karirnya sebagai penulis, Ayu Utami setidaknya sudah ada belasan novel dan esai yang ia rilis. Novel Saman menjadi yang cukup laris, tercatat dalam waktu tiga tahun Saman terjual hingga 55 ribu eksemplar.

sampul novel Saman
sampul novel Saman

Berikut daftar karya Ayu Utami sepanjang karirnya:

  • Novel ‘Saman’ (1998)
  • Novel ‘Larung’ (2001, sekuel dari ‘Saman’)
  • Esai ‘Si Parasit Jalang’ (2003)
  • Novel ‘Bilangan Fu’ (2008)
  • Novel ‘Manjali Dan Cakrabirawa’ (2010, Seri Bilangan Fu)
  • Novel ‘Cerita Cinta Enrico’ (2012)
  • Novel ‘Soegija: 100% Indonesia’ (2012)
  • Novel ‘Lalita’ (2012, Seri Bilangan Fu)
  • Novel ‘Si Parasit Lajang’ (2013)
  • Novel ‘Pengakuan: Eks Parasit Lajang’ (2013)
  • Novel ‘Maya (2013, Seri Bilangan Fu)
  • Novel ‘Anatomi Rasa’ (2019)
Baca Juga:  Pro Kontra Vasektomi di Masyarakat, Berikut Penjelasannya

Novel Saman juga tembus di internasional serta diterjemahkan kedalam beberapa bahasa di antaranya, Inggis, Belanda, Jerman, dan Perancis. Dari karya-karya tersebut, serangkaian penghargaan nasional dan internasional diraih oleh Ayu Utami.

Kini selain menulis, ia juga aktif tampil di forum budaya, dan mengajar menulis kreatif. Ia ingin terus menularkan kemampuannya pada generasi muda lainnya.

Penghargaan

Dari novel Saman, Ayu Utami berhasil memenangi sayembara penulisan novel Dewan Kesenian Jakarta 1998 dan masuk dalam daftar 10 Tokoh Indonesia versi Majalah Tempo (1998). Selain itu ia juga mendapat Prince Claus Award 2000 dari Prince Claus Fund, sebuah yayasan yang bermarkas di Den Haag, Belanda.

Pada 2008, ia juga meraih penghargaan Khatulistiwa Literary Awards, kategori prosa. Lalu penghargaan Achmad Bakrie pada tahun 2018 di bidang kesusastraan.

Tidak hanya meraih penghargaan, Ayu Utami juga sering di undang dan mengikuti forum-forum sastra internasional. Beberapa di antaranya, seperti Frankfurt Book Fair 2015, Ubud Writers & Readers Festival, Singapore Writers Festival.

Lalu ada beberapa konferensi di Eropa dan Amerika yang menjadikan ia sebagai narasumber sastra dan aktivisme. Ia juga pernah menghadiri International Conference on Feminism pada 2016.

Itulah berbagai karya dan capaian Ayu Utami sebagai seorang sastrawan yang sangat menginspirasi perempuan-perempuan di Indonesia. Sosoknya sangat tepat sebagai kartini modern saat ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *