Affan, Korban dari Wakil Rakyat Nirempati Hasil Demokrasi

Affan, Korban dari Wakil Rakyat Nirempati Hasil Demokrasi

Opini

nouranoor.com – Negeri ini kembali berduka, satu nyawa anak bangsa harus melayang lagi karena kelalaian hingga kesengajaan oknum polisi. Affan Kurniawan (21), seorang pemuda dan tulang punggung keluarga yang bekerja sebagai pengemudi ojek online (ojol) kini menjadi korban.

Affan meinggal dunia saat sedang mengantar pesanan pelanggan, ia ditabrak dan dilindas oleh kendaraan taktis jenis Barakuda milik Satuan Brigade Mobil (Brimob). Kejadian ini terjadi pada saat unjuk rasa di sekitar Gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat (28/08/2025).

Affan bukanlah peserta aksi demo, ia hanya sedang bekerja namun karena kelalaian oknum polisi nyawanya melayang sia-sia. Affan bukanlah satu-satunya korban, dalam beberapa tahun ini sudah banyak kelalaian oknum polisi hingga menghilangkan nyawa anak bangsa. Sebut saja di antaranya Afif Maulana, Gamma, hingga Tragedi Kanjuruhan.

Namun pada tragedi Affan, merupakan akibat sikap para wakil rakyat yang nirempati dengan kondisi masyarakat saat ini. Serangkaian kebijakan hingga pernyataan nyeleneh para wakil rakyat memicu kemarahan masyarakat hingga memantik aksi demo beberapa hari terakhir ini.

Pernyataan Nyeleneh Wakil Rakyat

Di tengah perekonomian yang sulit terutama bagi kelas menengah ke bawah, banyak sekali kebijakan yang tidak berpihak. Sebagai contoh, pemerintah melalui kementerian keuangan sedang gencar menaikkan tarif pajak di segala aspek. Namun di sisi lain para wakil rakyat (anggota DPR) terus mendapat fasilitas mewah bahkan kewajiban pajaknya pun ditanggung oleh negara.

Tidak berhenti di sana, terbaru terkait kenaikan gaji dan tunjangan anggota DPR yang tembus lebih dari 100 juta rupiah per bulan. Tentu saja hal tersebut menjadi pertanyaan, masyarakat meminta transparansi dari kenaikan gaji dan tunjangan tersebut.

Alih-alih memberikan klarifikasi agar semuanya transparan, faktnya mereka hanya bersikap dan memberikan pernyataan nyeleneh di antaranya:

  • Sejumlah anggota DPR berjoget saat sidang tahunan MPR bersama DPR dan DPD, konteks saat mereka mengetahui informasi kenaikan gaji & tunjangan.
  • Adies Kadir Wakil Ketua DPR menyatakan tunjangan rumah 50 juta rupiah per bulan tetap membuat mereka harus nombok. Karena perhitungan dia, kos per bulan di dekat gedung DPR 3 juta rupiah dikali 26 hari total jadi 78 juta rupiah.
  • Nafa Urbach Anggota Komisi XI DPR menyatakan tunjangan rumah sebesar itu wajar. Ia yang rumahnya di Bintaro sering terkena macet, jadi perlu sewa di dekat Senayan agar mudah sampai di gedung DPR.
  • Dedy Sitorus Anggota Komisi VI DPR menyatakan jangan menyamakan kehidupan anggota DPR dengan masyarakat biasa yang ia sebut rakyat jelata.
  • Ahmad Sahroni Wakil Ketua Komisi III DPR mengatakan masyarakat yang menuntut pembubaran DPR sebagai orang dengan mental tertolol di dunia.
  • Safaruddin Anggota Komisi III DPR yang terkesan mengintimidasi MK (Mahkamah Konstitusi) untuk tidak menghantam DPR setalah mereka terpilih karena DPR.
Baca Juga:  Benarkah Film Animasi 'Jumbo' Menyentuh Batas Aqidah?

Ini hanyalah beberapa saja di antara banyak sikap nyeleneh, nirempati, arogan, hingga intimidatif wakil rakyat yang memicu kemarahan masyarakat. Hal ini pun menjadi pemicu seruan untuk aksi demo di gedung DPR.

Timeline Aksi Demo

Seruan aksi demo awal dijadwalkan pada tanggal 25 Agustus 2025 dengan lokasi aksi di gedung DPR. Mengantipasi hal tersebut dari pihak kepolisian sudah membuat penjagaan ketat di depan gedung DPR.

Peserta aksi terdiri dari mahasiswa, pelajar, buruh, pedagang, hingga individu. Isi dari demo tersebut menuntut untuk pembubaran DPR dan penghapusan tunjangan serta gaji anggota DPR yang berlebihan.

Aksi demo kembali berlanjut pada tanggal 26-27, kini tidak hanya di gedung DPR, Jakarta tetapi merambah ke berbagai kota. Di antaranya aksi demo oleh sejumlah mahasiswa terjadi di gedung DPRD di kota Medan, Pontianak, Bandung, dan sejumlah wilayah lain.

Respon pemerintah tidak sesuai harapan dan malah sebaliknya. Mulai dari edaran surat perintah agar media untuk tidak memberitakan aksi demo, hingga Komdigi yang memanggil manajemen Meta dan Tiktok terkait konten ‘palsu’ yang dapat memicu demo berlangsung ricuh. Masyarakat tentu saja menilai hal ini sebagai upaya pembungkaman akan aksi demo yang berlangsung.

Demo pun berlanjut pada tanggal 28, hingga puncaknya pada sekitar pukul 19.00 WIB di Jalan Penjernihan I, Bendungan Hilir, Tanah Abang, Jakarta Pusat aksi demo menjadi chaos. Anggota Brimob yang mengendarai mobil Barakuda melaju dengan kecepatan cukup tinggi di tengah kerumunan peserta aksi demo.

Hal ini pun berakhir nahas, Affan Kurniawan yang sedang ingin menyebarang untuk mengantarkan pesanan pelanggan ditabrak dan dilindas mobil Barakuda tersebut. Setelah itu, mobil Barakuda terus melaju meninggalkan Affan yang terluka parah tanpa ada usaha untuk memberikan pertolongan.

Baca Juga:  Tepatkah Berhenti Bekerja Tanpa Backup Plan?

Rekan ojol bersama peserta aksi demo membawa Affan ke rumah sakit terdekat, namun malang nyawanya tak tertolong. Info ini dengan cepat menyebar hingga semakin menimbulkan kemarahan publik dan semakin banyak aksi demo di berbagai daerah lain.

Serangkaian aksi ini menyebabkan banyak korban luka-luka selain itu juga banyak yang ditahan oleh kepolisian. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) merilis data bahwa kepolisian sudah menangkap total 951 orang peserta aksi demo.

Affan adalah Kita

Serangkaian tindakan nirempati hingga arogan wakil rakyat hingga oknum polisi terhadap masyarakat tentu melukai dan memicu kemarahan publik. Atas yang terjadi pada Affan mereka hanya menyatakan rasa turut berduka cita, permintaan maaf, dan pemberian sejumlah santunan.

Namun tidak ada satu pun sikap nyata untuk melakukan perubahan atas tuntutan besar masyarakat (setidaknya hingga saat ini). Belum ada hal substansial yang mereka lakukan atas keresahan sosial yang terjadi.

Apa yang terjadi saat ini jika kita melihat kebelakang, kita akan sadar bahwa ini adalah buah dari sistem demokrasi. Para wakil rakyat terpilih hanya karena populer bukan karena kemampuannya untuk mengakomodasi aspirasi rakyat untuk membangun daerah.

Pada akhirnya kebijakan yang mereka buat atas nama ‘rakyat’ hanyalah omong kosong. Faktanya tidak lebih dari sekadar untuk kepentingan pribadi dan kelompok mereka saja.

Sudah seharusnya mereformasi sistem pemerintahan, calon wakil rakyat seharusnya memiliki kompetensi yang eligible. Jika tidak, maka pada akhirnya orang-orang yang inkompeten hingga niremapti yang menjadi wakil rakyat. Hal terburuknya adalah kejadian seperti yang menimpa Affan terus berulang. Kebijakan sewenang-wenang -> protes rakyat -> jatuh korban -> ucapan belasungkawa dan permintaan maaf wakil rakyat -> lanjutkan kebijakan.

Kemarin mungkin Affan, besok atau lusa bisa jadi aku, kamu, bahkan kita semua yang menjadi korban tindakan semena-mena para wakil rakyat nirempati. Panjang Umur Pejuangan!

1 thought on “Affan, Korban dari Wakil Rakyat Nirempati Hasil Demokrasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *